ID Card Majalah Medium |
Dari : Rizal Ependi (Koresponden Jambi)
Rubrik :
Daerah
Foto : Ada
Foto : Ada
=======================================
KET : Tulisan ini telah terbit di Majalah MEDIUM Edisi : No.45 / Tahun lll /12 - 25 Januari 2005 / Rubrik Daerah / Halaman 57, 58 & 59
Bahagia di Dua Negeri
Prinsipnya bergeming, sekali Kitab
Kuning tetap Kitab Kuning. Pembaharuan ditempatkan pada ekstra kurikulum.
Mentari
baru saja menyembul di ufuk timur. Langit cerah. Hanya ada secuil mendung di
langit. Cahaya sang surya menerpa embun di pohon kayu alkasia, membentuk
butiran-butiran bak mutiara. Indah, berkelipan. Jalanan masih sedikit basah.
Jalanan lenggang belum ada anak-anak sekolah maupun pegawai negeri berangkat
kerja. Hanya ada beberapa depot bensin dan warung kecil mulai sibuk. Satu dua
pengecer koran hilir mudik di perempatan lampu merah.
Melintasi
Jembatan Aurduri yang membela Sungai Batanghari, suasana pedesaan mulai terasa.
Beberapa pemuda tanggung bergerombol di pelataran rumah panggung bercorak khas
Jambi. Mereka tak terusik oleh raungan kilang kayu serta bau taksedap yang
menyeruak dari sebuah pabrik pengolahan karet di tepi sungai.
Tampaklah
sebuah pondok pesantren. Halamannya masih sepi. Seorang santri mengantarkan Rizal Ependi koresponden Majalah MEDIUM
di Jambi menuju kediaman Muhammad Nazir HB, perungurus pondok. Nazir adalah
keponakan pendiri pondok pesantren tersebut.
Pesantren
ini berlokasi di tepi kota, 10 kilometer dari pusat Kota Jambi. Jika dari Sungai
Batanghari hanya 2 kilometer. Tepatnya di Jalan Tumenggung Jakpar, RT. 01, RW. 01,
Kelurahan Tahtul Yaman, Kecamatan Pelayangan, Kota Jambi. Pesantern ini banyak menelorkan ulama kesohor.
Pondok
Pesantren Sa’adatuddaren adalah pusat pendidikan Islam tertua di Jambi. Dulu
namanya kombinasi Bahasa Arab dan Inggris : Sa’adatuddaren Islamic School
(Sekolah Islam Kebahagiaan Di Dua Negeri). Nama itu disematkan oleh pendiri :
Almarhum K.H. Ahmad Syakur bin Syukur alias Guru Gemuk. Julukan guru gemuk itu
diperoleh dari masyarakat. Sebutan kyai
saat itu kalah populer dibanding sebutan guru. Tubuh kyai memang gemuk.
Pesantren
ini mempertahankan kitab klasik atau kitab kuning. Untuk tingkatan Tsanawiyah
dan Aliyah, tidak menerima santriwati. Menurut Nazir, pada zaman dulu guru yang
mengajar santriwati biasanya bukan para kyai.
Tapi mereka dididik oleh istri para kyai di rumah kyai.
Karena
istri para kyai itu tak sempat lagi meluangkan waktu untuk mengajar, maka ketika
itu, kaum hawa tidak diberi kesempatan untuk belajar di pesantren tersebut jika
sudah tingkatan Tsanawiyah dan Aliyah. “Kalau tingkatan Ibtida’yah di sini masih
mau menampung”, kata Nazir.
Kini
santri berjumlah 1037 orang. Yang mondok untuk tingkat Tsanawiyah 427 orang, untuk kelas satu, dua
dan tiga yang ditampung dalam 14 kelas. Mereka dikenakan biaya Rp. 280 ribu
pertahun, untuk uang sekolah, sewa pondok, plus Rp. 100 ribu per bulan untuk
uang makan.
Biaya
tadi tak berbeda dengan yang dikenakan pada santri tingkat Aliyah. Hanya saja
jumlah santri untuk tingkat Aliyah hanya 137 orang untuk kelas satu, dua dan
tiga yang terhimpun dalam 5 kelas.
Ruangan
belajar pada pesantren ini berjumlah 23 kelas, tiap-tiap kelas berisi rata-rata
35 santri. Tiap santri berdampingan duduk satu meja dan kursi yang terbuat dari
kayu. Bagi santri tingkatan Tsanawiyah dan Aliyah yang mondok membawa peralatan
makan dan mendapat satu kamar yang dihuni 5 sampai 6 orang.
Tapi
jumlah kamar pemondokan itu cukup banyak, saat ini jumlahnya mencapai 75 pintu.
Dari jumlah tersebut dapat menampung sekitar 600 orang santri. Namun pesantren
ini akan melakukan perombakan sarana baik ruang belajar maupun pemondokan, guna
kemajuan pesantren itu sendiri.
Tingkat
Ibtida’yah dari kelas satu sampai tiga, justru lebih banyak. Saat ini ada 437
orang putra-putri yang menempati 14 ruang belajar dan tidak mondok di
pesantren. Biayanya lebih murah. Uang pendaftaran awal Rp. 10 ribu plus SPP
sebesar Rp. 4000 perbulan. Biasanya penerimaan santri baru pada pesantren ini
dilakukan setelah ujian akhir semester. Persyaratannya, untuk tingkat
Tsanawiyah dan Aliyah seperti persyaratan sekolah biasa.
Pada
pagi hari mulai belajar pukul 07.30 hingga 12.05 WIB. Sedangkan belajar malam,
pukul 19.15 hingga 21.30 WIB. Pakaian juga diatur. Hari Minggu, Senin, dan
Selasa diwajibkan memakai baju koko warna putih, kopiyah hitam dan pakai
sarung.
Untuk
hari Rabu dan kamis, pakai baju kurung, kopiyah putih juga mengenakan sarung
warna bebas. Sedangkan untuk dua hari tersisa, para santri mengisi waktu dengan
kegiatan yang masih berhubungan erat dengan proses belajar mengajar di pondok
tersebut.
Ada juga ekstrakurikuler, seperti : belajar
mengoperasikan komputer, seni letter dan kaligrafi, jama’atul Quro (Quran
lagu), berzanji serta angkatan marhabah sarana dan organisasi. Adalagi kursus
menjahit dan pagelaran seni.
Pesantren
ini memang mengupas kitab kuning. Mata pelajaran pada pondok itu meliputi : quran,
tauhid, pakeh, nahu, sorop dan tareh. Adalagi kowait, muthola’ah, hot dan imlak,
ahlak, tajwid serta al-azhar.
Kemudian
ditambah lagi dengan Bahasa Arab, tahtis juga mahfuzoh. Tapi kalau untuk
tingkatan Aliyah, mata pelajaran itu ditambah lagi dengan : nuhu wede, tasauf,
mantek dan hadis.
Para
santri dibimbing oleh pengajar yang berasal dari Alumnus Gontor, Mesir dan
Mekah sebanyak 56 orang. Tapi 90 persen
adalah alumni pondok itu sendiri. Biasanya setamat dari pondok mereka
melanjutkan pendidikan ilmu kitab itu ke pesantren lain yang tersebar di
seluruh Indonesia.
Bahkan
ada yang sampai ke tanah Suci Mekah atau tanah Arab lainnya. Lalu, kembali
mengajar di pesantern itu. Namun para muridnyapun berasal dari berbagai daerah.
Ada yang dari Palembang, Padang, Pulau Jawa. Bahkan dari Malaysia, Singapura, Thailand dan Brunai Darusasalam. Namun mayoritas berasal dari
Provinsi Jambi.
***
Pondok
Pesantren Sa’ adatuddaren berada di kawasan pemukiman penduduk. Luasnya kira –
kira 35x15 meter. Bangunan utama bertingkat dan terbuat dari beton permanen
yang dilapisi cat warna putih.
Pondok
pesanteren dibangun di atas tanah wakap dari Almarhum K.H. Ahmad Syukur, seluas
2 hektar. Di sebelah kanan terdapat
sebuah mesjid. Mesjid Jami Azharussa’adah Tahtul Yaman. Juga terdapat
bangunan tua, bekas gedung pondok lama yang sekarang telah beralih fungsi
menjadi Kantor Sekretariat Pondok.
Di
sebalah kiri berbatasan dengan rumah penduduk yang dipisahkan oleh pagar besi
keliling bercat putih. Dapur umum, sumur dan wc dibangun semi permanen yang
terletak di belakang gedung lama.
Adalagi
bangunan menyerupai gudang yang dulunya pernah digunakan untuk ruang belajar.
Sedangkan fasilitas lain seperti kantor majelis guru, laboratoriun komputer, koperasi pelajar. Ruang OPPS
(Organisasi Pelajar Pesantren Sa’addatudaren) serta tempat mencuci pakaian dan
tempat setrika juga ada di sana. Ada juga kantin, sarana olahraga serta perpustakaan.
Jalan
masuk ke lokasi pondok itu ada dua pintu masuk : Pintu utama yang terdapat
dibagian depan dan pintu lainnya terdapat di bagian belakang tembus ke
pemukiman penduduk.
Di
depan seberang jalan terdapat sebuah bangunan terbuat dari kayu berukir,
bercorak khas Jambi. Bangunan itu ialah Gedung Pondok Pesantren Mubarok yang
masih satu atap dengan Pondok Pesantren Sa’adatuddaren. “ itu juga gedung
santri untuk belajar,” kata Hisbullah, kakak kandung pengurus pondok (Nazir) ketika
ditemui di rumahnya.
***
Mesjid
pondok, Mesjid Jami Asharussa’adah Tahtul Yaman penuh sesak oleh jemaah.
Selesai solat Jumat, para jema’ah laksana semut bertemu temannya. Mereka saling
bersalaman, dibibir masing-masing jema’ah tersungging senyum ramah penuh maaf.
Kawasan pondok tertata rapi, dan bersih. Halaman pondok ditumbuhi rumput hijau,
adalagi pohon pinang dan beberapa kayu liar yang sengaja dibiarkan tumbuh.
Syhadan.
Dari cerita Nazir, setelah Sultan Thaha Syaifuddin gugur zaman Belanda. Seorang
ulama Jambi lainnya, K.H. Abdul Majid merasa jiwanya terancam di Jambi. Ia
hijrah ke Mekah, di sana ia menjadi guru dan mendidik para santri yang berasal
dari berbagai negara termasuk dari Jambi.
Kebanyakan
para santri asal Jambi pulang dan mendirikan pondok pesantren di kampung
halamanya. Salah satunya adalah K.H. Ahmad Syakur bin Syukur alias Guru Gemuk
yang kelak mendirikan Pondok Pesantren Sa’adatuddaren Tahtul Yaman. Sedangkan
gurunya tadi setelah pulang ke Jambi mendirikan Pondok Pesantren Nurul Iman di
Ulu Gedong sekitar satu kilometer dari Pesantren Sa’adatuddaren.
Ikatan
persaudaraan antara guru dan murid yang telah terajut di tanah suci itu tetap
terjaga. Kemudian pada tahun 1909 kedua kyai tadi mempelopori terbentuknya
wadah persaudaraan yang bernama
Samaratul Ihsan. Wadah inilah cikal bakal Pondok Pesantren Sa’adatuddaren yang berlokasi di Iskandaria Tahtul Yaman,
atau Kelurahan Tahtul Yaman, sekarang.
Masih
dalam tahun yang sama, wadah Simaratul Ihsan mengalami perkembangan menjadi
kelompok pengajian dan mendirikan rumah kitab (Maktab) sebagai tempat
berkumpulnya para santri untuk belajar ilmu agama Islam. Pada tahun 1915 Masehi atau 1333 Hijria, Guru Gemuk
mendirikan Pesantren yang dinamakan Sa;adatuddaren Tahtul Yaman.
Menurut
Nazir, nama pondok tersebut sarat dengan makna dan mengandung filosofi. Yang
dimaksud dengan kebahgiaan di dua negeri itu adalah bahwa sekolah itu tidak
hanya berorientasi pada kebahagiaan akhirat saja. Tapi juga kebahagiaan di
dunia.
Walaupun
Guru Gemuk anak seorang saudagar dimasa itu, dia mendapatkan kendala dalam
membangun pondok tersebut. Dia telah mewakafkan tanah seluas 2 hektar, menjual
ruko warisan orang tuannya. Sehingga harta warisan dari Syukur dan Hamida orang tuanya habis sudah. Itupun belum cukup.
Ia kemudian dibantu oleh para kerabat dan masyarakat setempat.
Bahkan terpaksa jemput bola, setahun sekali pergi
ke luar negeri untuk meminta bantuan dari teman-temannya. Tapi berkat usaha dan
do’a banyak orang, akhirnya pondok itu jadi juga.
Tapi
setelah pondok selesai, Guru Gemuk meninggal dunia. Dia wafat tahun 1923 dalam
usia 47 tahun, Ia sempat memimpin pondok tersebut selama lebih kurang 8 tahun :
dari tahun 1915 hingga 1923. Kemudian tampuk pimpinan diserahkan kepada K.H.
Abdul Rahman. Namun dua tahun kemudian 1925, oleh beliau diserahkan kepada
muridnya yang baru pulang dari Mekah :
Abubakar Syaifuddin.
Dimasa
Abubakar inilah pondok mengalami kemajuan pesat, sampai-sampai santrinya
melebihi kapasitas pemondokan. Pada masa ini (1925-1942) keharuman nama
Sa’adatuddaren terdengar hingga ke manca negara.
Namun
roda selalu berputar, tahun 1942 pondok tersebut mulai mengalami bermacam
cobaan. Masuknya Penjajah Jepang membuat aktivitas pondok lumpuh total. Para
guru banyak yang ditindas, intimidasi kepada seluruh elemen pondok merajalela.
Pimpinan
pondok Abubakar Syaifuddin, pulang ke kampung halamannya di Desa Teluk Rendah,
Kabupaten Tebo dan meninggal di sana dalam usia 63 tahun. “ Guru –guru banyak yang berlari
ke hutan dan santrinya hanya tinggal
tiga orang”, kata Nazir.
Setelah
itu tampuk pimpinan dipegang K.H. Muhammad Zuhdi alias Guru Zuhdi, lalu K.H
Abdul Madjid (Menantu Guru Gemuk). Pada 1955 pondok dipimpin K.H. Zaini bin
Abdul Qodir, setahun kemudian dipegang oleh K.H. Ahmad Jadawi (Anak K.H.
Abubakar Syaifuddin).
Ahmad
Jadawi ini guru yang mengusai empat bahasa : Bahasa Arab, Inggris, Belanda dan
Jerman. Dia memimpin pesantren sekitar 25 tahun (1956-1989), dan dialah
pemimpin terlama sepanjang sejarah pondok itu. Setelah beliau wafat tahun 1989
tampuk pimpinan diserahkan kepada Guru
Abdul Qodir Mahyuddin (Keponakan Guru Gemuk) selam 13 tahun.
Mengingat
usianya sudah senja, maka dari tahun 2003 hingga sekarang tampuk pimpinan pesantren
tersebut dipegang oleh Guru Helmi Abdul Madjid, yang masih anggota kerabat dari
pendiri pondok.
Pada
masa sekarang (2005) dengan majunya teknologi informatika, pesantren
beradaptasi dengan zaman. Tapi walaupun mejelis
guru sepakat menambah kurikulum tapi tidak memasukkan mata pelajaran tersebut
pada kurikulum inti.
Rupanya
ciri khas pondok untuk terus menggali kitab kuning terus dipertahankan, sekali
kitab kuning tetap kitab kuning. Laporan
Rizal Ependi ( Jambi)
LAPORAN MAJALAH MEDIUM 23 Maret 2005
Kepada Yth : Bapak Korlip Majalah MEDIUM (Jakarta)
Dari : Rizal Ependi (Koresponden Jambi)
Rubrik :
Daerah
Foto : Ada
Foto : Ada
======================================================
KET : Tulisan ini telah terbit di Majalah MEDIUM Edisi : No.49 / Tahun lll /
23 Maret - 5 April 2005 / Rubrik Daerah / Halaman 36 & 37
Musim Kursi Musim Demo
Ajang
pemilihan kepala daerah tak hanya melahirkan para calon. Tetapi juga unjukrasa.
Ada yang mendukung calon tertentu, ada pula yang menolaknya.
Perempuan itu
mengeluh. Tenaga cleaning service yang mendapat giliran membersihkan pekarangan
kantor gubernur provinsi Jambi itu
belakangan ini terlihat sangat lelah. Dia duduk
bersandar di bawah sebuah pohon rimbun di taman mayang dalam areal pekarangan
kantor itu. Sebuah sapu lidi bergagang kayu bulat disandarkannya di pohon
tersebut.
”Saya sedikit kualahan, sampah banyak sekali,” keluhnya Mardiah, 37
tahun, ketika disapa MEDIUM minggu lalu.
Biasanya Mardia membersihkan pekarangan kantor itu dari pukul 07.30 hingga pukul 10.00 WIB. Pekerjaan itupun dia kerjakan 2 kali seminggu. Tapi belakangan, ibu rumah tangga yang tinggal di Kelurahan Sungai Putri, Kecamatan Telanaipura itu hampir saban hari mengumpulkan sampah. Terkadang pekerjaanya baru selesai menjelang solat zuhur.
Melihat
kondisi saat ini, wajar saja kalau Mardia mengeluh. Biasanya dia hanya menyapu
sampah daun kering yang berserakan. Namun belakangan dirinya harus bekerja
ekstra keras. Sampah yang dikumpulkan bukan hanya daun kering pohon pelindung
yang sengaja ditanam.
Namun
saat ini dipekarangan kantor tadi banyak terdapat sampah bekas bungkus rokok
dan botol minuman air mineral. Sampah yang berserakan itu bekas para pengunjuk
rasa serta berasal dari para pedagang
makanan kecil yang mangkal di areal perkantoran tersebut.
Memang,
menjelang semakin dekatnya pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) di
Provinsi Jambi, volume para pengunjuk rasa yang menuntut agar para bakal calon
(Balon) gubernur harus orang yang bersih dari Kolusi Korupsi dan Nepotisme
(KKN), meningkat drastis. Bahkan para pengunjukrasa itu melontarkan kritik pedas kepada balon gubernur Drs H Zulkifli
Nurdin, MBA.
Kritikan
tajam terhadap pencalonan kembali ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai
Amanat Nasional (PAN) Provinsi Jambi itu
berasal dari banyak kalangan, terutama berasal dari kalangan Mahasiswa dan Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM).
Berdasarkan pantauan MEDIUM, hampir tiap hari pada bulan Februari di lokasi perkantoran Pemerintah Provinsi Jambi yang berada di dalam kawasan Kecamatan Telanaipura itu penuh sesak dengan massa yang berunjuk rasa.
Berdasarkan pantauan MEDIUM, hampir tiap hari pada bulan Februari di lokasi perkantoran Pemerintah Provinsi Jambi yang berada di dalam kawasan Kecamatan Telanaipura itu penuh sesak dengan massa yang berunjuk rasa.
Masa
itu tidak hanya berasal dari dalam kota Jambi, tapi ada juga yang sengaja datang dari luar kota hanya sekedar ingin menyampaikan aspirasinya.
Biasanya para demonstran yang berasal dari luar kota tadi datang dengan menggunakan mobil truk.
Adapun
tuntutan para pengunjukrasa tersebut mendesak aparat penegak hukum dan Komisi
Pemberantas Korupsi (KPK) agar lebih serius dan sesegera mungkin melakukan
penyelidikan terhadap informasi yang mengatakan kalau Zulkifli Nurdin –ketika
masih menjabat sebagai gubernur Jambi- telah banyak melakukan penyimpangan
dalam proses perealisasian beberapa proyek yang sumberdanannya berasal dari
APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah).
Saat
ini tudingan miring terhadap penyimpangan yang dilakukan mantan orang nomor
satu di Provinsi Jambi itu, bukan rahasia lagi. Sebuah surat kabar harian terbitan Jambi: Harian Aksi Pos edisi Senin 10 Januari 2005
membongkar habis penyimpangan yang dilakukan Zulkifli. Berita Aksi Pos yang
berjudul “Paksi Desak Koruptor Jambi di Usut “ itu mengkaitkan penyimpangan
yang dilakukan Zulkifli masuk dalam program 100 hari kerja SBY.
Bahkan,
sebuah LSM: LSM PAKSI (Pusat Advokasi dan Kajian Strategi Untuk Indonesia) yang
berkantor pusat di Jalan Sri Soedewi Tepatnya di Lorong Waktu, kota Jambi,
minggu belakangan sempat menyebarkan secarik kertas yang mereka sebut
“surat terbuka untuk rakyat Jambi” kepada masyarakat Jambi ketika berdemo.
Surat tertanggal 10
Februari 2005 yang ditandatangani oleh kordinator lapangan LSM PAKSI,
Amri, SE itu lebih tepat jika dikatakan selebaran. Surat yang bertuliskan “ Buka kedok konspirasi elite
eksekutif, yudikatif Jambi merampas dana APBD” itu disebarkan bersamaan dengan
copy-an berita di koran harian Aksi Pos
yang merupakan tudingan miring terhadap kinerja balongub Zulkifli Nurdin.
Dalam
surat terbuka itu ditulis bahwasannya Provinsi Jambi saat ini telah menjadi
ladang korupsi bagi oknum pejabat tertentu. Bahkan ada sebagian oknum pejabat
yang bersekongkol dengan oknum pengusaha untuk merampas uang rakyat. Selain itu LSM PAKSI menuding KPK telah
sengaja menunda pengusutan kasus Zulkifli dengan alasan pihak KPK minim SDM
(Sumber Daya Manusia).
Menurut
data yang diperoleh MEDIUM dari LSM PAKSI, selama menjabat sebagai gubernur
Jambi, Zulkifli Nurdin telah melakukan penyimpangan proses perealisasian lebih
dari 10 proyek. Diantaranya: Renovasi kantor dan pembuatan taman di kantor
gubernur Jambi dengan jumlah dana Rp. 54,7 miliar; Renovasi kantor dan pembuatan
taman kantor DPRD provinsi Jambi Rp.22,2 miliar serta rehabilitas jalan
Tembesi-Sarolangun yang menelan dana Rp14 miliar.
Adalagi
pembuatan Mess Jambi, pembangunan jembatan aurduri II dan pembelian kantor
perwakilan dagang Jambi di Singapura dengan dana sebesar Rp 40 miliar;
pembelian mesin daur ulang aspal sebanyak 6 buah Rp8,4 miliar dan pengerjaan
interior, mekanikal serta elektrikal kantor gubernur Jambi dengan total dana
sebesar Rp 5,7 miliar.” Semua proyek yang tertulis di surat itu diPL-kan oleh Zulkifli,” kata Amri, SE kepada MEDIUM
Memang,
jumlah dana proyek yang di selewengkan perealisasiannya oleh Zulkifli, tidak
sedikit. Kalau dikalkulasi jumlah dana itu mencapai Rp 145 miliar. Namun demikian, tidak sedikit pula para LSM
dan Ormas lainnya yang ada di Bumi Sepucuk Jambi Sembilan Lurah itu rela
melakukan demontrasi untuk mendukung penuh pencalonan kembali orang yang
dituding oleh LSM PAKSI telah merampok uang rakyat tersebut.
Para
demonstran menggelar sepanduk dan poster diantaranya bertuliskan:
“ Zulkifli pemimpin yang dicintai rakyat; kami rela mati demi bang Zul”.
Begitulah bunyi tulisan di spanduk yang dipegang para pengunjukrasa.
Arak-arakan
para demonstran yang berjumlah kira-kira 500 orang itu bergerak dari lapangan
kantor gubernur Jambi menuju perempatan lampu merah sambil meneriakan yel-yel
menyatakan mendukung penuh Zulkifli Nurdin. Saking ramainya, sehingga arus lalu
lintas di perempatamn lampu merah tadi macet total.
Menurut
sumber MEDIUM, meningkatnya volume
unjukrasa belakangan ini memang sudah dikondisikan orang tertentu. Kalau
menjelang Pemilu atau Pilkada tidak heran jika diantara lawan politik calon
kuat yang ingin merebut kursi gubernur, sengaja mengerahkan massa untuk menjatuhkan sang calon tersebut.
Hal
itu penuh dengan nuansa politis dan para pengunjukrasa-pun diragukan kemurnian
perjuangannya.” Saya rasa praduga saya tidak meleset,” katanya. (Laporan Rizal
Ependi - Jambi)
~~~ooo~~~
Dari : Rizal Ependi (Koresponden Jambi)
Rubrik :
Daerah
Foto : Ada
Foto : Ada
======================================================
KET : Tulisan ini telah terbit di Majalah MEDIUM Edisi : No.49 / Tahun lll /
23 Maret - 5 April 2005 / Rubrik Daerah / Halaman
Mengharap Untung Menuai Buntung
Para nasabah PT
Indonex Mitra Globalindo memang betul-betul tertipu. Tapi dengan tertangkapnya pelaku, korban sedikit lega. Meskipun harapan uang
kembali hanya tinggal isapan jempol saja.
Awalnya
kehadiran PT Indonex Mitra Globalindo di Kota Jambi, disambut baik oleh
masyarakat setempat. Kenapa tidak, perusahaan yang bergerak dibidang penanaman
modal itu menawarkan keuntungan cukup besar bagi para investor yang bersedia
“menyetor” uangnya kepada perusahaan
tersebut. Namun setelah uang di setor, sebagian “nasabah” bukannya mendapat
untung, malah menuai bungtung. Kenapa?
Kalau
dirunut, ceritanya agak panjang. Begini,
PT Indonek Mitra Globalindo yang dipimpin oleh Ir Taslim Moe alias
Abdurahman, yang tinggal di Komplek Villa Kenali Permai Blok K 2, Kelurahan Mayang Mengurai, Kota Jambi
itu menawarkan kepada masyarakat Jambi – yang oleh pihak Indonex disebut
sebagai nasabah - untuk menginvestasikan
uangnya ke perusahaan tersebut dengan iming-iming dari jumlah uang yang
disetor, nasabah akan mendapat bunga 15 hingga 20 persen. Bunga itu akan
diperoleh nasabah dalam kurun waktu
kurang dari 3 bulan.
Mendengar
besar bunga yang ditawarkan oleh perusahaan yang belum begitu lama berdiri itu,
konon melebihi dari bunga Bank, masyarakat Jambi seakan berlomba. Tanpa pikir panjang, satu,
dua, tiga hingga akhirnya mencapai ratusan orang, terlihat menyerbu kantor yang berlokasi di
salah satu sudut Kota Jambi tersebut untuk investasikan modalnya.
Melihat
kondisi demikian, pihak Indonex lalu mengatur siasat baru untuk lebih
meyakinkan para nasabah. Dalam kesepakatan, nasabah diberitahu kalau perusahaan
itu melakukan kerja sama dengan PT Petro Cina,
sebagai kontraktor dan pengadaan alat berat. Gayung bersambut, nasabah
semakin “membludak “ , uangpun akhirnya
“terkumpul” konon hingga mencapai ratusan miliar rupiah. Siapa saja nasabah
Indonex?
Informasi
yang berhasil dihimpun Rizal Ependi
koresponsen MEDIUM di Jambi, nasabah
Indonex bukan saja berasal dari kalangan pengusaha. Kalau mau jujur, selain
masyarakt biasa, terdapat juga sederet nama para politisi ulung dan pejabat teras di
lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab), Pemerintah Kota (Pemkot) dan
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi. Tak ketinggalan pula para medis dan
pedagang kecil.
Namun demikian, para nasabah yang sebagian
besar berasal dari kalangan intelektual itu akhirnya, Massya Allah, bisa ditipu
mentah-mentah oleh seorang perantau yang
lahir di pelosok dusun di Ranah Minang tersebut.
Kasus
penipuan uang ratusan miliar rupiah yang dilakukan Ir Taslim Moe terhadap
masyarakat Kota Jambi belakangan,
merupakan kasus penipuan terbesar dalam abad ini. Saking besarnya, kabarnya
pelaku dengan uang hasil menipu tadi, bisa membuka usaha penyewaan mobil di Kota
Pekan Baru, Riau dengan jumlah armada
tidak sedikit. Adalagi dua buah mobil pribadi dan beberapa buah rumah di Jambi
Selain
itu modus operandi praktek penipuan yang dilakukan Taslim terbilang rapi dan
profesional. Dikatakan rapi karena sebelum pelaku kabur pada 21 Februari 2005
lalu, tak seorangpun diantara sekian banyak para nasabah yang merasa curiga
akan rencana pelaku. Sedangkan Ke-Profesional-an si Taslim: dia telah berhasil
menipu orang -yang boleh dikatakan-
sebagian besar lebih pintar dari dirinya.
Bagaimana
mudus operandi penipuan tersebut, ya itu tadi, dia (Taslim-red) bisa dengan
gampang meyakinkan para korban hanya dengan sejumlah siasat: menawarkan bunga
besar, mengaku bekerja sama dengan PT Petro Cina dan memanfaatkan serta
melakukan pendekatan secara pribadi kepada calon korban serta membisikan kepada
calon korban untuk mengajak teman-temannya masuk dalam perangkap pelaku.
Taslim
Moe, ketika dikonfirmasikan MEDIUM di Mapoltabes Jambi, minggu lalu mengakui perbuatannya
dan siap mempertanggungjawabkan perbuatan tersebut. Dia juga membenarkan telah
melakukan penipuan. Tapi menurut Taslim jumlah uang yang berhasil dia raup
tidak sampai 100 miliar. Taslim tidak ingat jumlah kongkritnya, karena semua
data di perusahaanya telah hilang.
Pelaku
yang saat itu bersama istrinya, terlihat lemas dan sangat terpukul. Rasa takut nampak
jelas di wajah Taslim. Sedangkan istrinya terlihat sangat lelah. Sambil
beruraian air mata dia mengatakan selama ini dirinya tidak mengetahui kalau
suaminya berniat menipu. Dia membenarkan telah membantu dan mendukung suaminya
dalam menjalankan usaha.” Saya tidak tahu mas, saya sedih bagaimana nasib kedua
anak saya,” kata Susi Lasma Marpaung, istri pelaku.
Sementara
itu, setelah mengetahui Taslim telah ditangkap polisi, para nasabah berdatangan
ke Mapoltabes Jambi untuk mengadukan nasib mereka. Beberapa orang nasabah
terlihat sangat marah. Namun karena ketatnya pengamanan petugas, amarah para nasabah tidak sampai menimbulkan tindakan
main hakim sendiri terhadap pelaku.” Saya juga telah ditipu Bang, “ kata Dien
Mediena, 34 tahun, yang tinggal di Jalan
Beringin 3, No.13, Kelurahan The Hok, Kecamatan Jambi Selatan, Kota Jambi yang
menderita kerugian Rp 50 juta rupiah.
Kapoltabes
Jambi, Kombespol, Drs .H. Bambang Sudarisman, SH MM, mengatakan kepada wartawan
bahwa pihaknya akan melakukan pemeriksaan terhadap pelaku yang telah ditetapkan
sebagai tersangka. Bambang juga membenarkan kalau pelaku tertangkap di Medan bersama istri dan kedua anaknya di sebuah rumah dalam
komplek perumahan elit di Medan Tenggara. Lebih lanjut Bambang berharap, agar
para nasabah yang merasa telah dirugikan oleh pelaku, agar tidak berbuat
anarkis.” Kami tetap melakukan pengamanan ekstra ketat mulai dari Medan sampai ke Jambi,” katanya.
Sementara
itu kapolda Jambi, Brigjen Pol Soewadji, melalui Kabid Humas Polda Jambi, AKBP Joko Turochman, juga mengatakan hal
serupa kepada MEDIUM. Namun setelah tiba di Jambi menjelang pemeriksaan, kedua
suami istri pelaku penipuan itu terpaksa di pisahkan. Taslim Moe akhirnya
dijebloskan ke sel tahanan Mapolda Jambi, sedangkan istrinya Susi Lasma Marpaung di kerangkeng di sel wanita di
Mapotabes Jambi.” Di Polda kan
tidak ada sel untuk wanita,” kata Joko. (Laporan
Rizal Ependi- Jambi)
~~~ooo~~~
LAPORAN MAJALAH MEDIUM 19 April 2005
Kepada
Yth : Bapak Korlip Majalah MEDIUM (Jakarta)
Dari : Rizal Ependi (Koresponden Jambi)
Rubrik :
Daerah
Foto : Ada
Foto : Ada
======================================================
KET : Tulisan ini telah terbit di Majalah MEDIUM Edisi : No.49 / Tahun lll /
23 Maret - 5 April 2005 / Rubrik Daerah / Halaman
Menipu di Jambi Dibekuk di Medan
Setelah buron kurang lebih dua bulan, Taslim Moe, Direktur PT. Indonex Mitra Globalindo yang
diduga pelaku utama penipuan ratusan miliar rupiah uang nasabah di Jambi, akhirnya berhasil diciduk Polisi.
Ihsan,
30 tahun sedikit lega. Salah seorang korban penipuan puluhan juta
rupiah yang tinggal di Komplek Villa Kenali Permai, Blok K2, Kota Jambi itu nampak
ceria. Pasalnya kegeraman Ihsan terhadap
Ir. Taslim Moe alias Abdurrahman, 38
tahun, Direktur PT. Indonex Mitra Globalindo yang telah menipunya, surut sudah.
Karena saat ini Taslim Moe sudah dibekuk Polisi.
Sebenarnya
kecerian Ihsan bukan tidak beralasan,
dirinya masih berharap uang Rp. 10 juta yang telah diinvestasikan kepada
PT. Indonex Globalindo, bisa kembali utuh.
Namun
harapan Ihsan sepertinya hanya tinggal harapan. Karena Taslim ketika diperiksa
polisi mengaku, sebagian besar uang nasabah sudah habis dan hanya tersisa
kurang dari 1 persen dari sekitar 100
miliar jumlah keseluruhan uang yang berhasil diraupnya. Tapi entah benar atau
tidak yang dikatakan pelaku, yang jelas bersama istri dan adiknya, kini Taslim sudah menjadi “penghuni” hotel
paradeo di Markas Polisi Kota Besar (Mapoltabes) dan “sangkar besi” di Markas Polisi Daerah
(Mapolda) Jambi.
Proses
penagkapan “penipu” berkaca mata minus itu memang tidak se-dramatis ketika
polisi melakukan penangkapan terhadap para pelaku pengeboman di beberapa tempat
di Indonesia. Namun peralatan canggih untuk mendeteksi keberadaan
Taslim semasa buron, tak urung digunakan. Tim handal-pun dikerahkan dan akhirnya
keberadaan pelaku berhasil terdeteksi di Kota Medan,
Sumatera Utara, yang tak lain tanah kelahiran sang istri, Susi Lasma Marpaung, 33 tahun.
Setelah
berhasil menemukan sebuah rumah yang berlokasi di Komplek Perumahan Menteng
Indah, Blok F3, No. 11, Medan Tenggara,
Kota Medan yang diyakini sebagai tempat
persembunyian Taslim se keluarga, polisi lalu mengatur siasat. Drama penyamaran-pun
digelar. Pada minggu malam, 3 April lalu, pihak kepolisian dari Mapoltabes dan
Mapolda Jambi yang dikomandoi oleh Kepala Satuan (Kasat) Reserse Kriminal
(Reskrim) Poltabes Jambi, Komisaris Polisi (Kompol) Pitra A. Ratulangi, SIK,
melakukan pengintaian dari sore hari hingga menjelang subuh.
Setelah
mendapatkan informasi pasti tentang kebenaran rumah tempat persembunyian
buronan kelas kakap itu, sekitar pukul
02.00 WIB dini hari, ketika “juragan tipu”
sedang tidur pulas, petugas langsung bergerak menuju lokasi
persembunyian TO (target operasi) itu.
Ketika
itu para petugas mengendarai dua mobil kijang dan berhenti pas di depan gerbang
penjagaan (Pos Satpam) komplek perumahan
elit tersebut. Kemudian salah seorang petugas turun menghampiri satpam, lalu
petugas minta diantarkan ke rumah tersangka.
Setibanya
di rumah kontrakan itu, polisi lalu mengetuk pintu dan disambut oleh seorang
pembantu. Setelah petugas menunjukan surat penangkapan, pembatu tadi langsung membangunkan
Taslim yang sedang mimpi indah bersama istri tercinta di kamarnya yang terletak
di lantai dua sembari diikuti petugas. Setelah Taslim keluar dari kamar, polisi
langsung meringkusnya.
Tak
ayal, dramatisasi penagkapan Bos Indonex
itu membuat seisi rumah menjadi
panik. Taslim sama sekali tak menduga kalau polisi bisa menemukan persembunyiannya.
Tanpa
ba bi bu, pada malam itu juga, Taslim
Moe bersama istri dan dua anaknya :
Talita Azura Ramadanti, 7 tahun dan Aruya Asedinia Martaulina, 4 tahun di
gelandang petugas ke Mapoltabes Medan.
Namun ketika tiba di Mapoltabes, Taslim bukanya disuruh melanjutkan sisa
kantuknya. Tapi petugas kemudian mengajak Taslim mencari barang bukti dan pelaku
lainya yang dicurigai saat itu berada di kota itu juga.
Alhasil,
selain meringkus tersangka, polisi juga berhasil mengumpulkan barang bukti baru
berupa 1 unit komputer, perhiasan emas dan uang ratusan juta rupiah dari tempat
persembunyian tersangka tadi. Menurut informasi yang didapat polisi, Taslim
belum lama tinggal di perumahan elit tersebut. Di sana Taslim mempunyai 1 unit mobil jenis terrano keluaran
terbaru dan satu lagi mobil jenis kijang
krista.
Prosesi
dan lokasi penangkapan Taslim Moe diakui oleh Kapala Polisi Kota Besar
(Kapoltabes) Jambi, Komisaris Besar Polisi (Kombespol) Drs. H. Bambang
Sudarisman, SH MM. Menurut Bambang, sebelum penagkapan, petugas hampir terkeco karena rumah tempat
persembunyian Taslim layaknya rumah
tanpa penghuni. Namun berkat informasi dari warga serta kejelihan petugas, kecurigaan itu pupus dan petugas dapat
memastikan kalau Taslim saat itu pasti berada di rumah tersebut.
Masih
menurut Bambang, penangkapan terhadap pelaku penipuan berkedok investasi dengan
menjanjikan bunga besar itu, tidak
menimbulkan kegaduhan di lingkungan komplek tersebut. Sebab petugas pada saat
itu bekerja sangat rapi dan ekstra hati-hati.” Paling warga setempat mengetahui
informasi penagkapan itu, setelah ke esokan harinya,” kata Bambang kepada
MEDIUM. (Laporan Rizal Ependi-
Jambi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar