LAPORAN MAJALAH ALKISAH 28 Maret 2005


Kepada Yth      :  Bapak Korlip Majalah Alkisah (Jakarta)
Dari                  :  Rizal Ependi (Kotributor Jambi)
Rubrik              :  Perjalanan
Foto                 :  Ada
======================================================
KET : Tulisan ini telah terbit di Majalah Alkisah Edisi : No.27 / Tahun lll /
28 Maret - 10 April 2005 / Rubrik Perjalanan / Halaman 144

Mesjid Agung Alfalah Jambi

Mesjid Seribu Tiang di Tanah Pilih

Mesjid ini tak berdinding sama sekali. Dibangun di atas sebidang tanah bekas Kerajaan Melayu. Merupakan mesjid terbesar di Kota Jambi yang sarat sejarah.

Mesjid Agung Alfalah Jambi memiliki arsitektur yang sangat unik. Dikatakan unik, karena mesjid ini tidak berdinding sama sekali. Arsitektur  mesjid yang terletak di Jalan Sulthan Thaha itu dicanangkan oleh studio “T” Bandung. Pembangunannya dikerjakan oleh tangan –tangan professional yang tergabung dalam PT Waskita Cabang Besar Jambi. Selain tak memiliki dinding,  keunikan lain yang dimiliki mesjid ini karena memiliki banyak tiang. Maka oleh masyarakat Jambi mesjid tersebut dikenal dengan sebutan mesjid seribu tiang.

Ketika magrib tiba, Suara azan melengking parau dari pengeras suara di atas menara. Dari kejauhan kaum muslimin mulai berdatangan. Ada yang pergi berwudu, sebagian telah berada di dalam mesjid sedang  menunggu solat maghrib berjemaah dimulai.

Lapat-lapat terdengar suara qomat, para jemaah berdiri membentuk saf. Jemaah laki-laki berada di bagian depan mesjid, sedangkan jemaah perempuan di ruangan belakang yang pisahkan oleh kain pembatas. Saat itu jemaah hanya mengisi deperempat dari ruangan mesjid. Meski demikian solatpun berjalan dengan khusuk. Selesai solat, baisanya di mesjid itu diadakan pengajian, solat tarawih dan tadarusan kalau bulan ramadhan.

Mesjid yang berkapasitas 10 ribu jemaah itu dibangun dengan  konstruksi beton cor. Luas mesjid 6.400 meter persegi yang dibangun di atas sebidang tanah seluas 2,7 hektar. Mesjid itu beratap seng setinggi 24 meter dari lantai bawah ke kuba. Mesjid ini hanya memiliki  sebuah kuba besar yang disangga 252 tiang yang terbuat dari beton cor  serta dikelilingi pagar besi bercat  putih.

Seperti pada umumnya, di mesjid ini terdapat juga fasilitas seperti beduk. Ukuran beduk di mesjid ini cukup besar, hampir dua kali besar drum minyak tanah. Beduk tersebut terletak dibagian belakang  dalam mesjid.  Sementara di bagian depan terdapat sebuah mimbar berukir warna kecoklatan, ada juga sebuah jam besar serta kaligrafi ayat-ayat alquran tersurat di sisi kiri dan kanan alang penyangga kuba dalam mesjid tersebut.

Sedangkan menara mesjid ini terletak di sebelah kanan. Menara setinggi 38 meter itu terbuat dari beton cor permanen. Disamping  kiri mesjid terdapat sebuah sekolah dasar (SD) Alfalah, yang bersebelahan  dengan kantor pusat Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Mayang. Kalau disamping kanan bersebelahan dengan taman kanak-kanak (TK) Alfalah, gedung Islamic School serta  perumahan para Imam dan  pengurus mesjid.

Pembangunan mesjid yang di sisi depannya terdapat sebidang tanah luas menyerupai hutan belukar itu, dibangun secara bertahap Selma 10 tahun. Peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprop) Jambi, tepat pada 6 Januari 1971. Sedangkan rampung pembangunan rumah ibadah tersebut pada 17 September 1979.

Bukan hanya waktu pembangunannya yang lama, mesjid ini juga menelan biaya tidak sedikit. Total keseluruhan dana anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) yang tenggelam di mesjid tersebut hampir satu miliar, yakni Rp.743.139.991. Biaya itu  belum termasuk biaya perehaban dan perawatan setiap hari. Ada lagi pembangunan gedung Islamic School  seluas  49 M2, serta perumahan para Imam mesjid sebesar Rp. 9. 506. 000. Gedung inipun dibangun pada tahun 1991 hingga 1992.

Dibangun di atas tanah pilih
Pada tahun 1909, ketika itu berkecamuk perang antara Kerajaan Pagaruyung denga  Kerajaan Majapahit. Ketika itu seorang putrid keturunan raja Aditiya Warman: Putri Selaras Pinang Masak, yang saat itu berada di KerajaanPagaruyung, hendak pulang kampung ke Kerajaan Melayu. Putri tersebut pulang dengan menggunakan perahu lewat sungai Batanghari.

Sebelum pulang, sang putri melepaskan sepasang angsa putih di Siguntur, ulu sungai tersebut. Sambil melepas sepasang angsa tersebut, putri berniat, di manapun sepasang angsa itu  menepi, maka di situlah sang putri akan mendirikan Istana dan Pusat Kerajaan. Setelah  beberapa hari berlayar, ternyata sepasang angsa putih tersebut menepi di  -saat ini-  Jalan Sulthan Thaha Syaifuddin, dalam kawasan Kecamatan Pasar, Kota Jambi. Putripun turun dan melaksanakan niatnya tadi. Maka sejak saat itu, kawasan tempat sepasang angsa putih menepi itu disebut kawasan tanah pilih.

Tidak berapa lama tersiar kabar sang putri berhasil mendirikan Istana dan Pusat Kerajaan dan beliau menjadi raja termashur. Putri kemudian menikah dengan seorang perjaka asal Turki bernama Ahmad Barus II. Ahmad Barus inilah yang oleh masyarakat Jambi dewasa ini dikenal dengan nama  Datuk Paduko Berhalo. Dalam masa kejayaannya maka kerajaan yang didirikan istrinya tersebut dikenal dengan Kerajaan Putri Jambe. Setelah Datuk wafat, oleh keluarga serta pengikut setiannya Datuk dimakamkan di Pulau Berhala.

Namun malang bagi kerajaan itu, Pada tahun 1885, Belanda melancarkan anggresinya. Kemudian Kerajaan Putri Jambe berhasil ditaklukan Belanda, sedangkan istana sang putrid -oleh Belanda- dijadikan benteng pertahanan perang. Sedangkan seluruh wilayah kerajaan diambil alih serta dijadikan pusat pemerintahan serdadu kompeni.

Tapi setelah Indonesia merdeka,  kawasan tanah pilih kembali kepangkuan pribumi berkat perjuangan putra-putri Jambi. Ketika tanah pilih berhasil direbut, maka para tokoh adat, cendikiawan muslim serta tuo-tuo tengganai di Kota Jambi saat itu berniat membangun sebuah mesjid. Pada Tahun 1979 niat para pemuka masyarakat itu terkabul. Mesjid tersebut dinamakan Mesjid Agung Alfalah yang diremikan oleh – ketika itu-  Presiden Soeharto. (Laporan Rizal Ependi - Jambi)  

                                                                       ~~~ooo~~~



LAPORAN  MAJALAH  ALKISAH 28 Maret  2005
Kepada Yth      :  Bapak Korlip Majalah Alkisah (Jakarta)
Dari                  :  Rizal Ependi (Kontributor Jambi)
Rubrik              :  Perjalanan
Foto                 :  Ada
=======================================================
KET  : Tulisan ini telah terbit di Majalah Alkisah Edisi : No.07 / Tahun lll /
28 Maret - 10 April 2005 / Rubrik Perjalanan / Halaman 114, 115 & 116

Mesjid Rahmatullah Jambi

Segitiga Emas di Tanah Pilih Pesako Betuah

Selain berada di dua ruas jalan protokol, Mesjid Rahmatullah memiliki banyak keunikan. Salah satunya: arah kiblat pada mesjid itu menghadap ke sudut ruangan.

Jika dilihat sepintas, Mesjid Rahmatullah yang berada di Jalan Prof DR Hamka, Kelurahan Beringin , Pasar Jambi, atau berada di salah satu sudut Kota Tanah Pilih Pesako Betuah itu tak ubahnya  seperti mesjid pada umumnya. Namun jika ditelusuri, di mesjid  ini ternyata banyak dijumpai hal  yang unik, salah-satunya:  kiblat mesjid tersebut menghadap ke sudut.

Sejak pagi hingga menjelang malam, jalan yang oleh masyarakat Jambi disebut Jalan Simpang Kapuk alias Jalan  Prof DR Hamka itu tak pernah sepi. Selain diramaikan oleh anak sekolah bila pagi hari, jalan  itu juga tak henti-hentinya dilewati kendaraan bermotor warga Jambi hilir mudik melakukan aktivitas.
Mesjid Rahmatullah Sebelum Direhap/Ft: Rizal Ependi

Di samping kiri di sepanjang jalan itu terbentang sebidang tanah luas merupakan areal Perkuburan Kebun Jahe. Perkuburan itu bersebelahan dengan gedung Sekolah Dasar (SD) Negeri No 47. Tak jauh, sekitar 100 meter di sebelah Mall Kapuk, berdiri sebuah bangunan mesjid cukup mega. Bangunan ini diapit dua ruas jalan protokol: Jalan M Husni Thamrin dan Jalan Prof DR Hamka.”  Sejak direnovasi, jalan ini tak pernah sepi,” kata Saga, seorang tukang tempel ban yang mangkal di pinggir jalan tersebut.

Lokasi mesjid ini persisnya berada di Kelurahan Beringin, Kecamatan Pasar, Kota Jambi. Lokasi ini sangat strategis. Dikatakan demikian karena kalau dilihat dari kejauhan, mesjid itu seakan berada di tengah ruas jalan. Sehingga menimbulkan kesan kalau bangunan tersebut seperti sebuah pulau yang berada di tengah laut.” Masih banyak keunikan lain yang terdapat pada mesjid ini,” kata Bambang Raharjo ketua umum mesjid, ketika dijumpai Rizal Effendy kontributor Alkisah di rumahnya.

Kata ketua RT itu,  mesjid ini dibangun pada tahun 1962 dan diberi nama Mesjid Rahmatullah. Jika dibanding dengan mesjid lain yang ada di Kota Jambi, mesjid ini tak kalah besar. Luas mesjid 431, 25 meter persegi, berlantai dua beratap beton cor bermotif kas Jambi yang dibangun di atas sebidang tanah wakaf dari Almarhum H Kemas Syamsudin Bujang, seluas 575 meter persegi, ayah kandung Bambang.

Bahan utama bangunan Mesjid Rahmatullah terbuat dari beton cor. Dindinnya bercat putih, dikelilingi pagar besi dengan cat warna biru laut. Mesjid ini memiliki satu gerbang utama dan sebuah gerbang kecil yang merupakan pintu masuk menuju ke pekarangannya. Pekarangan mesjid ini cukup luas dan selalu digunakan oleh para jemaah sebagai tempat parkir kendaraan bermotor. Tapi kalau bulan puasa, tempat parkir itu beralih fungsi menjadi tempat salat tarawih.” Karena kalau bulan puasa, jemaah yang akan salat tarawih selalu membludak,” katanya.

 Di kanan depan mesjid terdapat sebuah bangunan  berbentuk tugu yang merupakan papan merek. Papan merek itu bertuliskan “ Mesjid Rahmatullah, Keluarahan Beringin, Kecamatan pasar”. Tugu itu juga terbuat dari beton cor beratap genting juga bercorak  khas bangunan Jambi. Sedangkan tubuh mesjid baik lantai bawah maupun lantai atas dikelilingi jendela kaca. Sedangkan dibagian atap terdapat satu buah kuba ukuran besar dan  dua buah berukuran kecil setinggi 30 meter dari lantai bawah.

Seperti mesjid lainnya, mesjid ini juga memiliki menara setinggi 50 meter. Menara inipun  terbuat dari beton permanen bercat putih yang berdiri tegak di sebelah kiri depan mesjid. Menara ini dilengkapi alat pengerah suara yang gunanya untuk memanggil para jemaah lewat azan jika waktu salat tiba. Selain itu tempat wudu dan wc juga tersedia di mesjid ini. fasilitas lain seperti beduk dan peralatan untuk pemakaman juga disediakan dan ditempatkan di bagian depan sebelah kiri luar mesjid.

Jika masuk ke dalam mesjid itu baru terlihat adannya perbedaan dengan mesjid lain. Mesjid ini memiliki mimbar yang terbuat dari beton dan berada di sebelah kiri depan. Sedangkan arah kiblat pada mesjid ini menghadap ke sudut belakang. Yang lebih unik, mesjid ini sebenarnya berbentuk segi tiga. Hal itulah yang menyebabkan mesjid itu disebut mesjid segitiga emas oleh masyarakat setempat.

Masih menurut Bambang, penyebab mesjid itu dibangun berbentuk segitiga, karena lokasi tanah sangat sempit dan diapit dua ruas jalan sehingga izin dari Pemerintah Kota Jambi  saat itu hanya mengizinkan kalau mesjid tersebut dibangun seperti itu. Selain itu memang kondisi kedua jalan yang mengapit mesjid tadi, tidak memungkinkan untuk memperluas areal pekarangn mesjid.

Selain berbentuk segitiga, kuba mesjid tersebut menjulang ke atas.  Kuba dan atap mesjid ditopang oleh 12 tiang. Semua tiang terbuat dari beton cor yang dilapisi batu pualam. Plafon mesjid terbuat dari triflek bercat putih, dan di plafon tergantung beberapa buah lampu dan satu buah lampu hias ukuran besar pas di tengah-tengah kuba. Sedangakan perlengkapan lainnya seperti kipas angin ukuran besar dan kecil juga terlihat ada beberapa buah.

Untuk menuju ke lantai dua, di dalam mesjid ini terdapat sebuah tangga yang terbuat dari beton. Pada dinding bagian depan kaligrafi bertuliskan huruf alquran. Adalagi sebuah jam diding dan perlengkapan lainnya seperti papan tulis. Sedangkan lantai mesjid ini dilapisi karpet warna hijau yang membuat nyaman bagi jemaah menjalankan beribadah. Begitu juga kondisi lantai atas.” Lihat saja, mesjid ini terdapat bangunan yang menyerupai serambi,” kata Bambang.

Perbedaan lain juga terdapat pada aktivitas pengmungutan infaq di sana. Kalau saat salat jumat di mesjid lain, biasanya kotak infaq digeser dari satu jemaah ke jemaah lain. Tapi di mesjid ini lain lagi, memang ada seorang petugas khusus yang menyodorkan kotak infaq tersebut bergiliran dan mendatangai tiap saf. Biasanya bila sudah sampai ke saf paling belakang, kotak infaq itu telah terisi “penuh” oleh rupiah.

Sajarah


Sebelum dibangun permanen seperti sekarang, mesjid ini dulunya pada tahuan 1960-an adalah sebuah langgar kecil atau musolah yang dibangun oleh H Kemas Samsudin Bujang seorang pengusaha bioskup. Kemas tinggal di kelurahan itu juga. Langgar itu dulunya terbuat dari kayu, dananya selain dari Kemas sendiri, juga dari swadaya masyarakat. Selain terbuat dari kayu, langgar tersebut berlantai papan dan bertiang setinggi 1 meter. Namun demikian bangunan itu tak pernah sepi oleh para jemaah yang menjalankan ibadah.

Awal mula H Kemas Syamsudin Bujang berniat membangun  mesjid itu, ketika dia pulang dari haji, saat itu dirinya seakan diberi rahmat oleh yang Maha Kuasa untuk membangun mesjid. Sehingga dia menghentikan bisnis bioskupnya dan mengumpulkan dana untuk membangun mesjid. Berkat rahmat  dari Allah itulah, oleh Kemas mesjid itu diberi nama Mesjid Rahmatullah.

Dari tahun 1962 sampai sekarang, mesjid yang oleh mantan Walikota Jambi, Azhari DS, disebut Mesjid Segitiga Emas tersebut  telah mengalami perombakan sebanyak tiga kali: pertama tahun 1980, semua bahan mesjid yang terbuat dari kayu diganti dengan batu  dan beton cor, sekaligus di buat dua tingkat dengan dana berasal dari sumbangan Raden Usman Matahari dan swadaya masyarakat.

Sepuluh tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1990, mesjid itu sebagian dipasang keramik dengan masih memakai satu kuba. Dan setelah tahun 2002 mesjid tersebut menambah dua kuba kecil  dengan dana berasal bantuan Gubernur Jambi, kala itu, Zulkifli Nurdin. Saat ini mesjid tersebut sudah terlihat mega dan menakjubkan.

Seperti layaknya rumah ibadah, kegiatan yang dilakukan di mesjid ini penuh dengan nuansa  agama. Seperti sering diadakan pengajian, salat jumat, salat tarawih dibulan puasa, zikir dan tadarus. Kalau bulan puasa jemaah  selalu membeludak. Jemaah tersebut bukan saja berasal dari kelurahan beringin, namun datang dari Kalurahan Murni dan Lebak Bandung yang agak jauh dari lokasi mesjid.” Sering juga diadakan acara buka  bersama ketika bulan puasa ,” kata Bambang.

Tradisi yang tak pernah terlupakan masyarakat di sana, biasanya setelah hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, warga dan para pengurus mesjid itu selalu berkumpul di rumah Bambang Raharjo selaku ketua umum mesjid tersebut. Berkumpulnya para warga dan pengurus  itu guna mengikat tali silahturahmi dan membahas rencana ke depan demi kelangsungan aktivitas rutin di mesjid tadi.

Kisah Mistik dan Lelucon

 Menurut Kemas Bambang Raharjo yang tak lain anak kandung dari H.Kemas Syamsuddin Bujang, mesjid Rahmatullah  paling sering dikunjungi  para musafir. Mereka bukan saja pergi beribadah disana. Tapi terkadang menginap dan numpang tidur di mesjid itu. Pernah ada cerita ihwal adanya Jin Islam yang tidak suka dengan orang yang sering tidur di mesjid.

Ceritanya begini. Suatu malam ada seorang musafir yang entah berasal dari mana. Musyafir itu  pergi salat dan sekaligus menginap di mesjid itu. Pada malam harinya musafir tadi tidur di lantai bawah dalam mesjid pas di bawah kuba besar. Saking nyenyaknya dia tak ingat apa-apa lagi. Tapi musafir itu sangat takut dan sekaligus merasa aneh, karerna pada pagi harinya dia bukan lagi berada di dalam mesjid melainkan telah berada di dalam beduk di luar mesjid. Akhirnya musafir itu tidak mau lagi tidur di mesjid tersebut.

Ada lagi kisah lucu, Kali ini dialami oleh sebut saja namanya Aldi, warga setempat. Saat itu pas waktu Zuhur, Aldi bergegas ke mesjid dengan niat ingin salat. Tapi sebelumnya dia pergi mengambil wudu. Sesampai di tempat wudu dia melihat ada seorang yang kemudian diketahui bernama Sekamba lagi berwudu. Dia pun melanjutkan niatnya tadi.

Setelah selesai berwudu, Aldi masuk ke mesjid. Dia sangat terkejut melihat kalau Sekamba telah selesai salat lebih dulu dari dirinya. Pada hal saat dia masuk ke mesjid tadi, Sekamba belum selesai mengambil wudu. Tapi walau ada perasaan takut dan bertanya-tanya, Aldi tetap menunaikan salat dengan mengambil tempat agak jauh dari Sekamba. 

Setelah selesai salat, Aldi lebih terkejut lagi, karena dia melihat sekamba tadi  telah menjadi dua : satu disisi kiri tenga berdoa dan satu lagi disebelah kanan sedang melangsungkan salat.” Yang lebih membuat Aldi merinding, sebab  wajah kedua orang itu sangat mirip,” kata Bambang.
Sambil menahan rasa takut karena pernah  mendengar cerita kalau mesjid itu di huni Jin Islam, Aldi memperhatikan dalam-dalam sambil menunggu  hingga kedua lelaki itu selesai salat. Setelah selesai, lalu Aldi membertanikan diri menyapa kedua orang itu. Betapa malunya Aldi pada dirinya sendiri, ternyata kedua lelaki tadi adalah  manusia biasa dan kebetulan mereka anak kembar yang sengaja salat di mesjid tersebut.

Kedua prang kembar itu tinggal  di kelurahan sebelah (Bukan Kelurahan Beringin-red) yang tidak dikenal  oleh  Aldi . Mengetahui hal itu, Aldi terpingkal sendiri.  (Laporan Rizal Ependi - Jambi)  

  
                                                                       ~~~ooo~~~



Tidak ada komentar:

Posting Komentar